Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

DUNIA DIANSI, CINTA YANG SUNYI

google.com
Oleh: Muhammad Rahim

“Saat cinta menyapa, pandangan menjadi tajam, indera perasa lebih peka, kata-kata seakan syair menghimpit, dan menghiasi hati penikmatnya,” begitulah kata yang ditulis oleh Irza Setiawan dalam bukunya Indahnya Menjemput Pinta Bidadari, mungkin sama halnya yang dirasakan oleh penyair perempuan Sinar Siang Daeng Tarrang atau disapa DianSi dalam sajaknya Maha Sepi (MS).

Penyair perempuan kelahiran Ujung Loe, Bulukumba, Sulewesi Selatan ini. Memiliki 68 puisi dibuku Maha Sepi, terbitan pada Juli 2018. Dalam puisinya ada tiga situasi yang perlu kita tangkap adalah sepi, cinta dan harapan DianSi. Cintanya seperti angin mengabarkan awan. Mendung dan hujan menjadi satu pelukan hati DianSi dalam ketabahannya. Kata sunyi dalam puisinya adalah kefanaan bagi DianSi. Jalan sunyi yang ditempuh oleh penyair Makassar ini, membuat diksi yang dipilihnya menjadi kekuatan cinta yang utuh bersama sunyi. Ketidakmemilikinya, hal yang kontra dalam percintaan antara pengorbanan dan pengkhianatan. Ia mengorbankan perasaan tabahnya dalam cinta yang sunyi, berikut:

SEANDAINYA TABAH ITU KAU BACA
apalagi yang tersisa dari setiap tetes air mata,
bahkan hujan tidak mampu melerai perihnya, selain
menghanyutkan aku dalam arusnya.
kerinduan hanya bisa aku ceritakan,
dadaku bahkan mengulum magma, bermuntah doa
sebagai bait-bait amarah.
kalimat apalagi yang harus aku rangkai,
sungguh hatiku tidak seliar angin dalam pikiranmu
mencintaimu sebuah pilihan dan aku memilih mati di dalamnya.
2017

Ilustrasi Tubuh DianSi
Harapan seorang DianSi sangat besar terhadap keberadaan kekasihnya. Letupan-letupan amarah terwujud setiap dalam doanya. Puisi adalah jalan doa terakhirnya. Menggambarkan setiap keadaan hati, dan amarah yang diungkapkan DianSi adalah kerinduan. Tubuh puisi diatas bagaikan tubuh DianSi yang sedang MERIANG (Merindukan Kasih Sayang). Karena hujan, rindunya makin gigil. Namun sederas apapun itu tidak dapat melerai perihnya asmara DianSi, menambah sepinya menjadi utuh. Ada sebuah makna dalam diksi “Muntah” yang mengarahkan puisi ini terhadap situasi dirinya yang sedang tidak nyaman, sakit.  Dalam keadaan yang kurang bersahabat itulah ia tetap mendorong harapannya menjadi doa. Dan doa adalah puisi yang paling sepi untuk mengalirkan harapan-harapan dalam tubuhnya.

Dalam kondisi ia meriang, ada metafor dalam diksinya “angin pikiran” seorang kekasihnya begitu liar, ibarat hatinya belum tentu sekuat DianSi yang mampu menahan hingga rela menaruhkan segala kesehatannya. Artinya, keliaran pikiran lelaki dambaannya itu membuat kemuakan hati DianSi yang bergejolak. Entah arti pengkhianatan dalam percintaannya. Sungguh, kesucian hati DianSi diabaikannya tanpa melihat pengorbanan cintanya yang begitu kuat. Sebagaimana bentuk cintanya, ia berani memilih mati dalam doa-doa tersebut. Ini masih pra-duga yang kebenarannya masih dipertanyaan oleh pengulas dan beberapa puisinya memberi energi pesimisme cinta seorang DianSi.

Puisi berjudul “Hem, Cinta” bentuk ungkapan remeh yang diciptakan oleh situasi percintaannya. Sebuah lariknya mengabarkan tentang janji dan pengkhianatan, berikut:
“Apa yang kau pikirkan tentang rindu
Selain pertemuan, sebuah ciuman dan pelukan erat
Lalu berjanji tidak akan berpisah”

Kemudian ia menyatakan rasa pesimisme cintanya yang kini dipertahankan,

“Hem, cinta.
Saling percaya untuk berdusta”
26/09/17

Adapun kesunyian DianSi dipuisi selanjutnya, menyatakan makna rindu yang mendalam kepada kekasih gelapnya. Adapun beberapa bait didalam puisi tersebut memberikan keterangan bahwa kekasih gelapnya ini berkhianat dan berpaling rasa kepada perempuan lain.

KEKASIH GELAP PUISI
Tak ada kata-kata yang terlampau sakral, selain sakral kalimat yang aku hunjamkan ke dadamu; rindu. Dan aku menarik pelatuk di antara keningmu, agar kau ingat lekuk tubuh puisi mampu menyihir milyaran saraf di dalamnya. Begitu pula arus derasnafas, kerap memburu sengat ciuman yang aku rangkai sebagai bait-bait. Lalu aku biarkan kau terhempas mengerang di atas kalimat mati dari dadaku.

Aku menjadi kejam mencintaimu
Tidak aku relakan kau menjelma puisi yang dinikmati perempuan lain

DianSi seperti puisi yang gelap diantara puisi-puisi yang dianggapnya perempuan lain, ia menyebut dirinya sebagai puisi gelap yang tidak pernah dilihat oleh kekasihnya. Maka sempurnalah kalimat-kalimat yang suci bermunculan di tiap larik- puisinya, berikut ungkapan dalam amarahnya yang masih membantu di harapannya,

Mendekatlah

Pelukanku adalah tumbuhan paling hijau di halaman sukmamu,
Akarku paling mencengkeram dalam daging rasamu
Mataku paling menikam tepat di busung dadamu yang kau banggakan pada beberapa wanita
Dan kau tahu, mereka mencintaimu hanya dalam kata-kata, yang ingin mati dalam kata-kata

Pulanglah kepadaku, kekasih gelap puisi.
120717
Kau, Kesunyian dan Kematian
23 judul puisi yang terdapat 25 kata dalam diksi “Sunyi” yang digunakannya dalam antalogi tersebut. Kuantitas sebanyak itu, kita memiliki interpretasi bahwa penyair memiliki banyak ruang pikiran yang begitu sunyi diantara sunyi-sunyi lainnya. Dan menempatkan diksi yang begitu tak canggung-canggung untuk menunjukan seseorang yang ia harapkan dalam puisinya. Ia seolah menjadi satu paket dalam pernyataannya, juga pandai akrobat dalam kata-kata di tubuhnya. Seperti lakon, persis kita menyaksikan tiap puisi yang dituliskannya dalam MS ini.

AKU ADALAH KAU
Sunyi, malam-malam yang aku punyai adalah kau,
Menjadi kalimat rangkai, memanjat hening.
Pula kau, menyusup ke dalam urat-urat hatiku, mengabarkan sepi yang sebenarnya.
Dada siapa yang engkau huni selain dadaku,
Sementara aku merasa seutuhnya aku adalah kau
Seperti malam-malam lalu, gemuruh-gemuruhmu
Tetaplah sunyi, membawaku berbaur hening di bawah rinduku yang hawa
Tetap kau, yang sebenarnya kita saling menghuni ada atau tanpamu sebagai tiada
19082017

Dengan puisi kedua yang sama namun memberi pernyataan terhadap keinginannya yang begitu ilutif, berjudul

ADALAH KAU
Yang tak pernah redup di mataku adalah kau,
Menerjang-nerjang saraf, menyetubuhi ngilu dinding hatiku
Yang aku tasbihkan menjadi telaga di lubang pikirku
Adalah kau, bergerombolan di permukaan napas
Terengah menahan resah.

Yang menjadi hantu di malam-malamku adalah kau,
Merayapi ingatan menjadikan aku takut kehilangan
Semua menjadi kau ketika pagi menjenguk pintu rumahku,
Berdiri kau sebagai lelaki dengan setumpuk diksi,
Memenuhi puisi yang lahir dari bayang-bayangmu.
2017

Ia seperti dihantui oleh bayang-bayang kekasihnya yang kian fana dimatanya. Dengan keistiqomahan DianSi terhadap keakuan cintanya yang kini belum berbalas bahagia, namun sosoknya tetap sempurna dalam khayalnya. Hingga maut pun menyaksikan cinta sucinya yang tanpa batas itu, seperti Juliet yang menunggu pasangannya memberi kehangatan dalam bentuk pertemuan, cukup itu dipintanya. Seolah kebesaran hatinya seperti Zulaikah yang bertahan, niat dan usahanya tak henti memberikan rayuan secara terang-terangan kepada Nabi Yusuf. Barangkali DianSi ingin abadi dalam harapan-harapannya, begitu pula bila dengan kepergiannya. Dalam perihal takdir, bahkan kematian seorang penyair pun, dimasa kepilauan dan kesunyiannya, ia tetap menjadi penyair yang selalu memberikan sajak-sajak segarnya kepada seseorang yang dianggapnya istimewa tersebut. Kekasih.

Dalam puisi berjudul NISAN KESUNYIAN terdapat ungkapan berikut, “aku sudah lama menghitung sunyi, bahkan kematian berulang kali tak mampu membunuhku.” Dan “berpikirlah, bahwa aku telah memilih pergi, sebab tanganku tidaklah sekokoh karang yang mendekapmu lebih dalam, selain hanya nisan kecil yang dirawat air mata.” Begitu pula dengan puisi berjudul LAGU KEPULANGAN mengatarkan ingatannya kepada sang esa, berikut diksi yang disenandungkannya “pada doa-doa putus asa aku mendatangi-Mu, dan Engkau maha mengetahui apa-apa yang terjadi.” Kemudian diakhirinya dengan keputus-asaan yang mewah, “aku sebagai kupu-kupu yang hinggap sekarat di daun-daun rapuh, menunggu layu lalu luruh menjadi bangkai,” tutupnya dengan tanggal 13 Februari 2017.

Mungkin, mengakhiri tulisan ini dengan mengutip puisinya yang paling sunyi dan kosong. Ia masih mengingat segala kenangan yang sering hinggap dalam kisah kasih yang belum utuh tersebut. Sehingga perempuan tabah itu disulap menjadi penyair yang abadi, dalam sajak-sajaknya berjudul KISAH, “Dalam pelukanmu, aku pernah menjadi debu,” 2017. Keep smile dan spirit woman, penyair DianSi. Salam literasi dan hidup sastra!

1 komentar untuk "DUNIA DIANSI, CINTA YANG SUNYI"