Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Simpang Siur KUHP, LMA Gelar Simposium


Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dari awal rancangan hingga kini masih menimbulkan kontroversi. Oleh karena itu, Legislator Muda Antasari (LMA) menyelenggarakan Seminar Hukum yang bertemakan "Simposium: New KUHP Solusi atau Kontroversi", berlangsung di Auditorium Mastur Jahri, Kamis (19/01) siang. 


Menghadirkan 2 narasumber utama yang kredibel dibidang hukum yakni Mispansyah, seorang Sekretaris Program Doktor Hukum Univesitas Lambung Mangkurat (ULM), dan Yulli Rachmadani dengan narasumber tambahan, Dianor, Penyuluh Hukum Ahli Muda Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Kalimantan Selatan (Kalsel). 


Seminar juga turut dihadiri oleh organisasi mahasiswa (ormawa) dari segala tingkat yakni universitas, fakultas hingga jurusan, bahkan organisasi eksternal kampus.


Sebagai narasumber pertama, Mispansyah memberikan gambaran awal mengenai KUHP. Ia menjelaskan bahwa KUHP baru ini merupakan alternatif dari KUHP lama yang isinya retributif atau penjeraan. KUHP lama sendiri berisikan pasal-pasal hasil dari produk kolonial Belanda.


"Aturan hukum yang tidak lagi merujuk pada kolonial Belanda, walaupun secara garis besar nilai-nilainya masih ada,"paparnya.


Yulli juga menjelaskan bahwa KUHP baru merupakan realisasi harapan pemerintah yang ingin membuat KUHP murni karya anak bangsa dengan menghimpun peraturan yang disesuaikan kondisi kita sekarang.


"KUHP lama lebih mengutamakan asas legalitas tetap, tidak ada alternatif pidana, tidak ada semacam toleransi atau semacamnya,"jelasnya.


Terdapat 4 poin dalam misi pembaharuan dalam KUHP baru sebagaimana disebutkan oleh Yulli yakni:


1. Dekolonialisasi, KUHP lama diadopsi dari kolonial Belanda, sedangkan Belanda sendiri sudah merubah KUHP miliknya.


2. Demokralisasi, terdapat beberapa pasal yang ditarik kembali, tetapi dengan catatan-catatan dan penyesuaian.


3. Konsolidasi, memastikan undang-undang yang akan diterbitkan tidak bertentangan dengan undang-undang yang lain.


4. Modernisasi, disesuaikan dengan perkembangan zaman dan tidak menjadikan suatu aturan yang tertinggal.


Dianor pun turut memaparkan bahwa pasal yang kontroversi yaitu mengenai living law. Ia menyebutkan terdapat 3 ketentuan yang berkaitan dengan living law yakni:


1. Perbuatan yang sama sekali tidak dirumuskan KUHP baru memakai aturan hukum adat, bukan berarti menghidupkan kembali hukum adat, tetapi memiliki batasan-batasan berupa Pancasila, UUD, HAM, dan asas-asas hukum yang berlaku.


2. Berkaitan dengan pidana mati. Terdapat pro kontra dalam masyarakat, sehingga pemerintah mengambil jalan tengah.


3. Kebebasan berpendapat. Pemerintah tidak membatasi atau menghalangi untuk berpendapat, tetapi mengaturnya.


Rep: Langay

Editor: Marsupilami

Posting Komentar untuk "Simpang Siur KUHP, LMA Gelar Simposium"