Kebijakan PDAM Banjarmasin Dianggap Cacat Hukum
Sukma |
BSUKMA_Zainul Muslihin menepati janjinya untuk melakukan aksi lanjutan terhadap kebijakan pemakaian tarif air minum oleh PDAM Banjarmasin yang dirasa sangat memberatkan masyarakat. Pada aksinya kali ini Zainul tidak sendiri, ada banyak kawan-kawan dari kesatuam BEM se Banjarmasin juga mahasiswa UIN Antasari yang tergabung dalam Lingkar Study Ilmu Sosial Kerakyatan (LSISK) yang ikut gabung menyuarakan keberatan tersebut. Aksi di mulai sejak pagi pukul sembilan lewat dengan mengadakan long march dari gedung RRI menuju kantor PDAM Banjarmasin, Senin (14/08/2017).
Para
peserta aksi damai lanjutan ini merasa kecewa terhadap pihak PDAM lantaran
Direktur Utama PDAM Banjarmasin sedang tidak berada di tempat, melainkan berada
di acara peringatan Hari jadi Kalimantan Selatan ke- 67.
LSISK |
Seminggu sebelumnya, Selasa 8 Agustus
2017 Zainul Muslihin melakukan aksi protes seorang diri. Dalam aksinya kala itu
Zainul menggosok gigi dan mencuci baju bertulisan ‘PDAM zalim makan uang rakyat’yang dikenakannya dengan air di pinggir
jalan tepat di depan Kantor PDAM Kota Banjarmasin yang berada di Jl. A. Yani
KM. 2 Banjarmasin.
Aksi damai 2 ini menyuarakan hak untuk
mencabut kebijakan pemakaian tarif minum yang dirasa telah meresahkan
masyarakat. Dalam kebijakan yang telah mengalami revisi itu PDAM menerapkan
tarif sebesar 5/10m3 sesuai golongan untuk pemakaian kurang dari itu
maka akan dibulatkan menjadi 5/10m3. Hal ini tentu sangat merugikan
masyarakat pasalnya pembayaran yang kenakan mengalami kenaikan beberapa kali
lipat dari pemakaian pelanggan. Penerapan kebijakan ini menyusul terbitnya
Peraturan Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 71 Tahun 2016 tentang Perhitungan
dan Penetapan Tarif Air Minum oleh PDAM Bandarmasin.
Sukma |
Zainul
Muslihin menjelaskan sebagaimana yang termuat dalam harian SuaraBanua online (http://suarabanua.com/2017/08/14/pdam-bandarmasih-dituding-bodohi-masyarakat/),
bahwa kebijakan tarif minimum yang ditetapkan melalui Peraturan Walikota
(Perwali) Nomor 47 tahun 2014 cacat hukum. Pasalnya, salah satu dasar hukum
yang digunakan pada perwali tersebut adalah Undang-Undang nomor 32 tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah. Padahal Undang-Undang tersbeut telah direvisi
dengan Undang-Undang nomor 23 tahun 2014. “Sehingga Perwali nomor 47 tahun 2014
tersebut tidak boleh digunakan karena cacat hukum.
Zainul menambahkan, ada dua kemungkinan atas penetapan tarif minummum berdasarkan perwali tersebut, pertama PDAM bodoh karena tidak tahu dan tidak mengkaji mendalam perwali, atau PDAM sengaja melakukan hal tersebut untuk membodohi masyarakat untuk mencari keuntungan, “Sudah tahu perwali cacat hukum tapi masih saja digunakan,” katanya.
Zainul menambahkan, ada dua kemungkinan atas penetapan tarif minummum berdasarkan perwali tersebut, pertama PDAM bodoh karena tidak tahu dan tidak mengkaji mendalam perwali, atau PDAM sengaja melakukan hal tersebut untuk membodohi masyarakat untuk mencari keuntungan, “Sudah tahu perwali cacat hukum tapi masih saja digunakan,” katanya.
Zainul juga menyinggung tentang Undang-Undang
Dasar 1945 pasal 33 ayat (3) yang mengamanatkan bahwa, bumi, air dan kekayaan
alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Rep: Bolang
Editor: si Mbah
Posting Komentar untuk "Kebijakan PDAM Banjarmasin Dianggap Cacat Hukum"
Berkomentarlah dengan bijak