DUNIA DIANSI, CINTA YANG SUNYI
![]() |
google.com |
“Saat
cinta menyapa, pandangan menjadi tajam, indera perasa lebih peka, kata-kata
seakan syair menghimpit, dan menghiasi hati penikmatnya,” begitulah kata yang
ditulis oleh Irza Setiawan dalam bukunya Indahnya Menjemput Pinta Bidadari,
mungkin sama halnya yang dirasakan oleh penyair perempuan Sinar Siang Daeng
Tarrang atau disapa DianSi dalam sajaknya Maha Sepi (MS).
Penyair perempuan kelahiran Ujung Loe,
Bulukumba, Sulewesi Selatan ini. Memiliki 68 puisi dibuku Maha Sepi, terbitan
pada Juli 2018. Dalam puisinya ada tiga situasi yang perlu kita tangkap adalah
sepi, cinta dan harapan DianSi. Cintanya seperti angin mengabarkan awan.
Mendung dan hujan menjadi satu pelukan hati DianSi dalam ketabahannya. Kata
sunyi dalam puisinya adalah kefanaan bagi DianSi. Jalan sunyi yang ditempuh
oleh penyair Makassar ini, membuat diksi yang dipilihnya menjadi kekuatan cinta
yang utuh bersama sunyi. Ketidakmemilikinya, hal yang kontra dalam percintaan
antara pengorbanan dan pengkhianatan. Ia mengorbankan perasaan tabahnya dalam
cinta yang sunyi, berikut:
SEANDAINYA
TABAH ITU KAU BACA
apalagi yang tersisa dari setiap tetes
air mata,
bahkan hujan tidak mampu melerai
perihnya, selain
menghanyutkan aku dalam arusnya.
kerinduan hanya bisa aku ceritakan,
dadaku bahkan mengulum magma, bermuntah
doa
sebagai bait-bait amarah.
kalimat apalagi yang harus aku rangkai,
sungguh hatiku tidak seliar angin dalam
pikiranmu
mencintaimu sebuah pilihan dan aku
memilih mati di dalamnya.
2017
Ilustrasi
Tubuh DianSi
Harapan seorang DianSi sangat besar
terhadap keberadaan kekasihnya. Letupan-letupan amarah terwujud setiap dalam
doanya. Puisi adalah jalan doa terakhirnya. Menggambarkan setiap keadaan hati,
dan amarah yang diungkapkan DianSi adalah kerinduan. Tubuh puisi diatas
bagaikan tubuh DianSi yang sedang MERIANG (Merindukan Kasih Sayang). Karena
hujan, rindunya makin gigil. Namun sederas apapun itu tidak dapat melerai
perihnya asmara DianSi, menambah sepinya menjadi utuh. Ada sebuah makna dalam diksi
“Muntah” yang mengarahkan puisi ini terhadap situasi dirinya yang sedang tidak
nyaman, sakit. Dalam keadaan yang kurang
bersahabat itulah ia tetap mendorong harapannya menjadi doa. Dan doa adalah
puisi yang paling sepi untuk mengalirkan harapan-harapan dalam tubuhnya.
Dalam kondisi ia meriang, ada metafor
dalam diksinya “angin pikiran” seorang kekasihnya begitu liar, ibarat hatinya
belum tentu sekuat DianSi yang mampu menahan hingga rela menaruhkan segala
kesehatannya. Artinya, keliaran pikiran lelaki dambaannya itu membuat kemuakan
hati DianSi yang bergejolak. Entah arti pengkhianatan dalam percintaannya.
Sungguh, kesucian hati DianSi diabaikannya tanpa melihat pengorbanan cintanya
yang begitu kuat. Sebagaimana bentuk cintanya, ia berani memilih mati dalam
doa-doa tersebut. Ini masih pra-duga yang kebenarannya masih dipertanyaan oleh
pengulas dan beberapa puisinya memberi energi pesimisme cinta seorang DianSi.
Puisi berjudul “Hem, Cinta” bentuk
ungkapan remeh yang diciptakan oleh situasi percintaannya. Sebuah lariknya
mengabarkan tentang janji dan pengkhianatan, berikut:
“Apa yang kau pikirkan tentang rindu
Selain pertemuan, sebuah ciuman dan
pelukan erat
Lalu berjanji tidak akan berpisah”
Kemudian ia menyatakan rasa pesimisme
cintanya yang kini dipertahankan,
“Hem, cinta.
Saling percaya untuk berdusta”
26/09/17
Adapun kesunyian DianSi dipuisi
selanjutnya, menyatakan makna rindu yang mendalam kepada kekasih gelapnya.
Adapun beberapa bait didalam puisi tersebut memberikan keterangan bahwa kekasih
gelapnya ini berkhianat dan berpaling rasa kepada perempuan lain.
KEKASIH
GELAP PUISI
Tak ada kata-kata yang terlampau sakral,
selain sakral kalimat yang aku hunjamkan ke dadamu; rindu. Dan aku menarik
pelatuk di antara keningmu, agar kau ingat lekuk tubuh puisi mampu menyihir
milyaran saraf di dalamnya. Begitu pula arus derasnafas, kerap memburu sengat
ciuman yang aku rangkai sebagai bait-bait. Lalu aku biarkan kau terhempas
mengerang di atas kalimat mati dari dadaku.
Aku menjadi kejam mencintaimu
Tidak aku relakan kau menjelma puisi
yang dinikmati perempuan lain
DianSi seperti puisi yang gelap diantara
puisi-puisi yang dianggapnya perempuan lain, ia menyebut dirinya sebagai puisi
gelap yang tidak pernah dilihat oleh kekasihnya. Maka sempurnalah
kalimat-kalimat yang suci bermunculan di tiap larik- puisinya, berikut ungkapan
dalam amarahnya yang masih membantu di harapannya,
Mendekatlah
Pelukanku adalah tumbuhan paling hijau
di halaman sukmamu,
Akarku paling mencengkeram dalam daging
rasamu
Mataku paling menikam tepat di busung
dadamu yang kau banggakan pada beberapa wanita
Dan kau tahu, mereka mencintaimu hanya
dalam kata-kata, yang ingin mati dalam kata-kata
Pulanglah kepadaku, kekasih gelap puisi.
120717
Kau,
Kesunyian dan Kematian
23 judul puisi yang terdapat 25 kata
dalam diksi “Sunyi” yang digunakannya dalam antalogi tersebut. Kuantitas
sebanyak itu, kita memiliki interpretasi bahwa penyair memiliki banyak ruang
pikiran yang begitu sunyi diantara sunyi-sunyi lainnya. Dan menempatkan diksi
yang begitu tak canggung-canggung untuk menunjukan seseorang yang ia harapkan
dalam puisinya. Ia seolah menjadi satu paket dalam pernyataannya, juga pandai
akrobat dalam kata-kata di tubuhnya. Seperti lakon, persis kita menyaksikan
tiap puisi yang dituliskannya dalam MS ini.
AKU
ADALAH KAU
Sunyi, malam-malam yang aku punyai
adalah kau,
Menjadi kalimat rangkai, memanjat
hening.
Pula kau, menyusup ke dalam urat-urat
hatiku, mengabarkan sepi yang sebenarnya.
Dada siapa yang engkau huni selain
dadaku,
Sementara aku merasa seutuhnya aku
adalah kau
Seperti malam-malam lalu,
gemuruh-gemuruhmu
Tetaplah sunyi, membawaku berbaur hening
di bawah rinduku yang hawa
Tetap kau, yang sebenarnya kita saling
menghuni ada atau tanpamu sebagai tiada
19082017
Dengan puisi kedua yang sama namun
memberi pernyataan terhadap keinginannya yang begitu ilutif, berjudul
ADALAH
KAU
Yang tak pernah redup di mataku adalah
kau,
Menerjang-nerjang saraf, menyetubuhi
ngilu dinding hatiku
Yang aku tasbihkan menjadi telaga di
lubang pikirku
Adalah kau, bergerombolan di permukaan
napas
Terengah menahan resah.
Yang menjadi hantu di malam-malamku
adalah kau,
Merayapi ingatan menjadikan aku takut
kehilangan
Semua menjadi kau ketika pagi menjenguk
pintu rumahku,
Berdiri kau sebagai lelaki dengan setumpuk
diksi,
Memenuhi puisi yang lahir dari
bayang-bayangmu.
2017
Ia seperti dihantui oleh bayang-bayang
kekasihnya yang kian fana dimatanya. Dengan keistiqomahan DianSi terhadap keakuan cintanya yang kini belum
berbalas bahagia, namun sosoknya tetap sempurna dalam khayalnya. Hingga maut pun
menyaksikan cinta sucinya yang tanpa batas itu, seperti Juliet yang menunggu
pasangannya memberi kehangatan dalam bentuk pertemuan, cukup itu dipintanya. Seolah
kebesaran hatinya seperti Zulaikah yang bertahan, niat dan usahanya tak henti
memberikan rayuan secara terang-terangan kepada Nabi Yusuf. Barangkali DianSi
ingin abadi dalam harapan-harapannya, begitu pula bila dengan kepergiannya. Dalam
perihal takdir, bahkan kematian seorang penyair pun, dimasa kepilauan dan
kesunyiannya, ia tetap menjadi penyair yang selalu memberikan sajak-sajak
segarnya kepada seseorang yang dianggapnya istimewa tersebut. Kekasih.
Dalam puisi berjudul NISAN KESUNYIAN
terdapat ungkapan berikut, “aku sudah lama menghitung sunyi, bahkan kematian
berulang kali tak mampu membunuhku.” Dan “berpikirlah, bahwa aku telah memilih
pergi, sebab tanganku tidaklah sekokoh karang yang mendekapmu lebih dalam,
selain hanya nisan kecil yang dirawat air mata.” Begitu pula dengan puisi
berjudul LAGU KEPULANGAN mengatarkan ingatannya kepada sang esa, berikut diksi
yang disenandungkannya “pada doa-doa putus asa aku mendatangi-Mu, dan Engkau
maha mengetahui apa-apa yang terjadi.” Kemudian diakhirinya dengan keputus-asaan
yang mewah, “aku sebagai kupu-kupu yang hinggap sekarat di daun-daun rapuh,
menunggu layu lalu luruh menjadi bangkai,” tutupnya dengan tanggal 13 Februari
2017.
Mungkin, mengakhiri tulisan ini dengan
mengutip puisinya yang paling sunyi dan kosong. Ia masih mengingat segala
kenangan yang sering hinggap dalam kisah kasih yang belum utuh tersebut. Sehingga
perempuan tabah itu disulap menjadi penyair yang abadi, dalam sajak-sajaknya berjudul
KISAH, “Dalam pelukanmu, aku pernah menjadi debu,” 2017. Keep smile dan spirit
woman, penyair DianSi. Salam literasi dan hidup sastra!
Wow, luar biasa. Terima kasih sahabat
BalasHapus