Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Menyoal Pelecehan Seksual yang Sempat Viral, Wakil Rektor III dan Presiden Mahasiswa Angkat Bicara!

Setelah sempat menjadi pembicaraan publik, Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama memberikan tanggapan atas munculnya berita pelecehan seksual dari salah satu media mainstream di Kalimantan Selatan yang diterbitkan pada 13 Februari lalu. Kasus pelecehan seksual tersebut ramai diperbincangkan karena melibatkan dosen serta mahasiswi UIN Antasari Banjarmasin.

"Hal yang disesalkan adalah, berita ini sampai ke media luar dan mencap bahwa terjadinya kekerasan dan pelecehan di seluruh UIN Antasari," kata Irfan Noor saat ditemui di ruangannya pada Kamis, (17/02) siang. 


Dalam keterangannya, ia menyayangkan porsi bicaranya dalam berita yang disuguhkan ternyata lebih sedikit dari pihak DEMA.

“Pada saat itu media mainstream menghubungi lewat telepon, baru selanjutnya mereka datang dan saya jelaskan, tapi ternyata porsi kami lebih sedikit dari DEMA. Media mainstream wawancara lebih dulu ke DEMA, kemudian mereka rekomendasi menghubungi ke saya juga, ternyata tidak ada keseimbangan, jadi terserah publik menilainya seperti apa,” ujarnya. 


Meski mengaku telah menjelaskan ke pihak media, Irfan menyebut bahwa media hanya tertarik dengan berita yang sensasional belaka.

“Padahal itu merugikan kampus UIN Antasari, nah itu yang membuatku kecewa. Seharusnya mereka bertabayyun dan menunjukkan formalitasnya,” terangnya. 


Walaupun menyesali mengenai ramainya kasus tersebut, Irfan tidak menampik fakta kebenaran mengenai chatingan antara dosen dan mahasiswi ini tidak dapat ditutupi. Namun, ia mempertanyakan isi chatingan tersebut mengarah ke pelecehan seksual atau berkaitan dengan moral atau etika saja.

"Disepakati oleh pihak PSGA tidak termasuk pelecehan seksual. Ini hanya berkaitan dengan moral atau etika karena chatingan di malam hari di luar perkuliahan," katanya. 


Mengenai kesepakatan itu, ia merujuk pada Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Permendikbud Ristek) Nomor 30 Tahun 2021 Tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi Bab I Pasal 5.

“Misalnya dia (red. dosen) mengajak makan atau jalan, ataupun rayuan lainnya,” paparnya. 


Adapun kesaksian dari korban, tutur Irfan, korban sempat mengaku tidak terancam kepada pihak PSGA.

"Setelah itu sempat kami tanya, apa kamu terancam atau tidak? Setelah itu kata korban tidak," paparnya. 


Sayangnya, ketika disinggung mengenai Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Kekerasan Seksual, Irfan bersikukuh apabila terdapat aduan yang mengancam mahasiswa, maka dapat melaporkan ke pihak PSGA atau Dewan Etik baik itu dari segi verbal maupun non-verbal.

"Untuk sementara punya Dewan Etik dan PSGA, terserah mau melaporkan pada siapa, karena Dewan Etik pun ada di tingkat Universitas dan Fakultas. Kalau ranahnya di Fakultas silahkan laporkan di Fakultas. Itu akan diproses, aku jamin," terangnya. 


Selepas bertemu Irfan Noor, Tim Sukma lantas menemui Ilham selaku Presiden Mahasiswa (Presma) UIN Antasari Banjarmasin. 


Walaupun mengaku bukan termasuk Tim Satuan Tugas (Satgas) yang dibentuk khusus oleh pihak DEMA, Ilham beranggapan bahwa kasus tersebut tetap dikategorikan dalam pelecehan seksual. Bahkan menurutnya, pihak kampus dan PSGA belum sepenuhnya dapat memahami terkait masalah ini.

"Konteks aturan, pasal yang tertera itu kan sudah jelas, segala bentuk pelecehan-pelecehan, entah itu dari bentuk verbal, atau misalkan lewat catcalling tadikan, itukan juga masuk pada pelecehan seksual kalau si perempuan itu merasakan risih, atau ada unsur-unsur mengarah ke situ, itu sudah termasuk," tegasnya saat diwawancarai Tim Sukma pada Selasa, (08/03) sore. 


Kendati demikian, Mahasiswa Syariah itu memaklumi sudut pandang dari kampus jika kasus ini hanya dianggap sebagai pelanggaran moral dan etika saja.

"Karena memang selalu alasannya adalah menjaga nama baik kampus. Nah, mungkin kenapa alasannya dari pihak kampus menyampaikan moral dan etika itu, bisa dikatakan sebagai bentuk alasan dari pihak kampus untuk menutupi kasus ini," ujarnya. 


Adapun permasalahan ke media luar, Ilham mengatakan kasus ini sebenarnya sudah terdengar ke masyarakat, hingga media luar turut menyoroti akan hal itu.

"Nah makanya ini adalah sebuah kasus yang memang bisa dikatakan sejarah di kampus kita, dan yang namanya media kan juga harus teliti melihat dari sisi pandangan, makanya tidak hanya mewawancarai dari kami, tapi juga mewawancarai dari kampus itu sendiri," katanya. 


Terkait pandangan masyarakat ke kampus akibat berita tersebut, Ilham tak menampik akan dampak buruk yang bakal terjadi. Terpenting, katanya, pihak DEMA telah memperjuangkan yang mereka anggap benar, tidak hanya di kampus UIN Antasari, bahkan hingga lingkup nasional.

"Dari masyarakat indonesia juga mendukung disahkannya RUU PKS, ini adalah momentum buat kita semua agar adanya SK Dirjen Pendis terkait bagaimana isu kekerasan seksual," tuturnya. 


Terakhir, ia juga berharap mahasiswa dengan pihak kampus dapat bersinergi dalam mengahadapi permasalahan kekerasan atau pelecehan seksual di kemudian hari.

"Jadi kami tidak masalah pandangan negatif atau apapun itu. Yang jelas, apa yang salah di kampus ini harus kita benarkan," pungkasnya.


Rep: Lanjit & Krayon

Editor: Ambak

1 komentar untuk "Menyoal Pelecehan Seksual yang Sempat Viral, Wakil Rektor III dan Presiden Mahasiswa Angkat Bicara!"

  1. Saya sebagai Mahasiswa memandang bukan pelecehan tapi etika yang kurang baik yang dapat merendahkan marwah seorang tenaga pendidik. Solusi yang ditawarkan oleh pihak kampus sudah bagus, media diluar masih dangkal memahami isu ini sehingga hanya satu pandang yang mereka ketahui.

    BalasHapus