Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Secer(c)ah Harapan

Syafazea, akrab dipanggil Syafa oleh keluarga dan teman-temannya. Seorang pelajar yang sangat aktif mengikuti segala kegiatan yang ada di sekolahnya. Ia sangat pandai bersosialisasi dan sering membantu banyak orang yang ia temui. Hal tersebut tentu saja sudah diajarkan keluarganya sejak kecil, keluarga sederhana tetapi sangat harmonis dan saling menyayangi satu sama lain.

Tidak sedikit ekstrakurikuler yang diikuti oleh Syafa, mulai dari pramuka, palang merah remaja (PMR), pengurus osis, dan masih banyak yang lainnya. Ia mengikuti banyak ekstrakurikuler karena ingin mempunyai pengalaman yang bermacam-macam.

Kringkringkring … suara alarm dari handphone Syafa selalu berbunyi apabila ia ingin berpergian. Syafa yang mendengar suara alarm tersebut segera bergegas menyiapkan diri kemudian berangkat. 

"Mau kemana lagi, Sya?" ucap seorang wanita berumur kepada anaknya yang sudah bersiap keluar rumah.

"Hehehe ... Biasa bu, ada kegiatan di sekolah," jawabnya.

Selain mengikuti banyak ekstrakurikuler, Syafa juga salah satu anak berprestasi di sekolahnya, banyak mata pelajaran yang ia kuasai, terlebih pada mata pelajaran yang biasanya dianggap kebanyakan orang sulit. Sehingga banyak pula teman-teman Syafa yang sering bertanya kepadanya.

"Sya ... Boleh minta tolong gak?" tanya Azkia —teman Syafa— terlihat terburu-buru ingin mengatakan sesuatu.

"Iya, boleh kok ... Ada apa, Kia?"

"Ini, Sya. Aku bingung banget sama materi ini, bisa ajarin aku gak?" pintanya seraya menunjukkan materi pelajaran yang ia bawa.

"Oke ... Mana materinya, aku baca dulu ya," jawabnya dengan tersenyum ramah dan sedikit tawa karena mengira ada hal penting lain.

***

Saat Syafa mulai menginjak usia 15 tahun dan mulai mempersiapkan segala hal memasuki SMA, dia mulai merasakan ada yang berbeda dengan dirinya. Syafa yang biasanya selalu lincah dan aktif dalam kegiatan, akhir-akhir ini sering merasa lelah. 

"Sya ... Kamu yakin gak mau daftar ekstrakurikuler? Atau aku aja yang daftarin, gimana?" tanya Azkia yang masuk ke SMA yang sama dengan Syafa.

"Aku nanti aja, Kia."

"Tumben banget, biasanya kamu paling semangat nih," ungkap Azkia.

"Hmm ... Entahlah, Kia. Aku agak sedikit pusing aja sih, mungkin karena sariawan ku nih muncul mulu, sakit banget jadi gak bisa tidur kemarin," terang Syafa mengenai keadaannya.

"Yaudah, kamu istirahat dulu aja, Sya."

Azkia yang khawatir dengan keadaan Syafa segera memberitahu kepada guru dan kakak pembimbingnya agar Syafa bisa izin pulang. 

***

Beberapa minggu setelahnya, keadaan Syafa tak kunjung pulih. Syafa merasakan dirinya semakin tak berdaya, tidak bisa berangkat ke sekolah, dan tidak bisa mengikuti kegiatan apapun, karena itu sangat melelahkan baginya.

Hiks ... Hiks ... Hiks ... Suara tangis menyelimuti ruangan yang terasa kosong. Syafa yang melihat rambutnya mulai rontok semakin banyak —tidak seperti biasanya— segera memanggil ibunya. "Ibu ...."

"Kenapa, Sayang?" ucap ibunya terlihat panik saat memasuki kamar Syafa.

"Ibu ... Hikss ... Hikss ... Rambut Syafa kenapa rontok terus ... dada Syafa juga kadang-kadang sakit ... Hiks .... Syafa kenapa, Bu?" Syafa mulai menceritakan semua keluh kesahnya yang selama ini ia coba sembunyikan dari orang tuanya, karena menganggap hanya sakit biasa saja.

"Sayang ... Kamu tenang aja ya, jangan panik," ibunya mencoba menenangkan Syafa.

Syakira —Ibu Syafa— sebenarnya juga merasakan perubahan yang terjadi pada Syafa selama ini, mulai dari keaktifannya yang sudah tidak seperti biasanya, rambutnya yang rontok, sampai sekarang ini terlihat ruam di sekitar hidung dan pipinya. Selama ini Syakira berusaha tenang agar anaknya tidak panik, ia juga sudah menceritakan kepada ayah Syafa, dan mulai mencari dokter untuk kesehatan Syafa.

"Sya ... Ayo kita berangkat," ucap Syauqi —Ayah Syafa— yang sedang izin dari kantornya.

Ruangan yang cukup besar dengan bau obat-obatan disekelilingnya, bersih dan rapi tanpa sedikit noda, dan seseorang yang memakai jas putih berada dihadapan Syafa sekarang ini.

"Ada keluhan apa, Syafa?" tanya dokter padanya.

Syafa pun menceritakan semua keluhan yang ia alami beberapa minggu terakhir, dengan badan yang sedikit lemas. Orang tua Syafa juga ikut menjelaskan yang mereka tahu.

"Baik ... Dari gejala-gejala yang timbul, sepertinya Syafa terkena penyakit lupus, tetapi saya belum dapat memastikan hal tersebut, karena penyakit ini gejalanya berbeda-beda, untuk itu sebaiknya Syafa melakukan pemeriksaan laboratorium terlebih dahulu."

Setelah mendengar ucapan dokter, Syafa sangat terkejut dan tidak menyangka sama sekali dengan apa yang dibicarakan dokter. Namun, di sisi lain kedua orang tuanya menguatkannya. Sesuai perkataan dokter, Syafa pun melakukan pemeriksaan laboraturium terlebih dahulu.

Setelah beberapa hari, mereka kembali ke rumah sakit tersebut untuk mengetahui hasil laboratorium.

"Bagaimana, Dok. Apakah hasilnya sudah keluar?" tanya Syauqi sangat cemas dengan hasil laboratorium tersebut.

"Iya, sudah keluar, tolong Syafa dan kedua orang tua Syafa dengarkan ini baik-baik ya," ucap dokter.

"Menurut hasil laboratorium, yang saya katakan sebelumnya itu benar, Syafa terkena penyakit lupus, lebih tepatnya Systemic Lupus Erythematosus (SLE). Ini merupakan penyakit inflamasi kronis yang disebabkan oleh sistem imun tubuh yang bekerja dengan keliru."

"Apakah bisa disembuhkan, Dok?" tanya Syakira.

"Sejauh yang saya tahu, penyakit SLE ini tidak dapat disembuhkan, atau dengan kata lain terus berada pada diri seseorang yang sudah terkena penyakit tersebut. Namun, dengan melakukan pengobatan dan terapi yang teratur penyakit ini masih bisa dikendalikan."

Dokter menjelaskan dengan sangat rinci mengenai penyakit yang diderita Syafa, dokter juga menyarankan kepada Syafa agar banyak beristirahat dan tidak terlalu lama berkontak langsung dengan cahaya matahari. Syafa juga disarankan untuk selalu melakukan pengobatan dan terapi agar penyakit tersebut tidak menyerang seluruh organ tubuhnya.

***

Hampir satu minggu Syafa berkurung diri di kamarnya, tidak pernah keluar apalagi berbincang dengan orang sekitarnya, 180° berbeda dari Syafa sebelumnya. Syafa merasa sangat depresi dengan keadaannya saat ini, sempat terpikir dalam benaknya ingin bunuh diri. 

"Hiks ... Hiks ... Kenapa? Kenapa ada penyakit ini? Kenapa harus aku yang mengalaminya!!!!" Syafa berteriak di kamarnya, sehingga membuat kedua orang tuanya terkejut dan segera menuju kamar Syafa.

"Sayang ... Tenang ya, kamu jangan khawatir, kamu pasti baik-baik aja kok," Syakira mencoba menenangkan Syafa untuk kesekian kalinya.

"Gimana baik-baik aja, Bu? Syafa udah gak punya harapan hidup, Syafa udah gak bisa ngapa-ngapain lagi sekarang."

"Siapa bilang? Kan kata dokter penyakit ini bisa dikendalikan, makanya kamu harus semangat dong pengobatan sama terapinya," lanjut Syakira.

Hampir setiap hari setelah mengetahui penyakitnya tersebut, Syafa selalu merasa dia tidak punya harapan hidup. Namun, seluruh keluarganya juga tidak pernah berhenti untuk memberikan semangat kepada Syafa. Teman-teman dan orang-orang yang kenal Syafa juga silih berganti berdatangan ke rumah Syafa, ikut andil memberikan secercah harapan untuk Syafa.

Pada akhirnya Syafa kembali pada dirinya sebelumnya, tidak ada lagi Syafa sang selalu berkurung diri di kamar, dan tidak ada lagi Syafa yang tidak mempunyai harapan hidup. Syafa yang sudah mulai membaik, kembali berbaur dengan keramaian. Saat ini, bukan penyakit itu lagi yang terus ia pikirkan, melainkan bagaimana caranya untuk terus memberikan manfaat yang baik selama ia hidup, Syafa pun melanjutkan sekolahnya yang sempat tertunda, dan memulainya kembali seperti sedia kala dengan harapan masa depan yang cerah.

***

Rin’s Ballroom, 10 Mei 2021

"Jadi ... Begitulah cerita hidup kakak, banyak pasang surut yang kakak alami, terlebih saat kakak mulai mengetahui penyakit yang kakak derita."

Tepat pada tanggal 10 Mei, Syafa dan rekan-rekannya melaksanakan sebuah seminar untuk berbagi pengalamannya tentang penyakit lupus, sekaligus memberi semangat kepada orang-orang yang memiliki penyakit tersebut. 10 Mei sendiri adalah peringatan hari lupus sedunia, yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap penyakit lupus.

"Wah ... Cerita yang sangat memotivasi sekali ya untuk kita, jadi bagaimana nih kira-kira ada yang mau nanya gak sama kak Syafa?" MC acara tersebut membuat suasana menjadi meriah.

"Saya, Kak." 

"Baik, silahkan … mau bertanya apa," 

"Bagaimana menurut kak Syafa, terhadap orang-orang yang masih abai dengan penyakit lupus? itu saja kak, terima kasih."

"Baik, langsung kakak jawab ya, menurut kakak sudah sewajarnya kita selalu berjaga-jaga, terlebih pada kesehatan kita, karena kita sendiri tidak pernah tahu kapan sebuah penyakit itu datang, oleh karena itu penting sekali untuk kita selalu menjaganya di saat masih sehat. Begitupun dengan penyakit lupus, hal ini tidak bisa diabaikan begitu saja, seperti yang kakak alami penyakit ini tiba-tiba ada pada kakak, tanpa tahu penyebabnya apa."

Syafa menjelaskan semua pertanyaan dengan sangat baik, mulai dari pertanyaan-pertanyaan ringan, hingga pertanyaan berat yang biasanya diketahui oleh seorang dokter. Sampai pada penghujung acara, MC ingin menutup acara tersebut namun Syafa menghentikannya.

Syafa melihat seisi ruangan tersebut, ada beberapa yang terlihat sama dengan dirinya, yakni terkena penyakit lupus, dan ada pula yang terlihat sehat, ia pun mulai berkata, "Satu hal lagi, kepada kakak-kakak yang ada disini, kita semua itu sama, kakak harap semuanya jangan pernah putus semangat, jangan sampai melakukan hal bodoh yang merugikan diri sendiri, setiap orang punya kelebihan dan kekurangan masing-masing. Untuk yang terkena penyakit sama seperti kakak, jangan anggap ini sebuah kelemahan, jadilah seseorang yang kuat menghadapinya, dan jadilah orang yang bermanfaat semasa hidup."

-Tamat-

Oleh: Zahrah

Posting Komentar untuk "Secer(c)ah Harapan"