FTK AKUI KEKELIRUAN DALAM SK (UU) SKORSING KASUS GUSTI, AMUBA MENUNGGU HASIL 1 MINGGU LAGI
Saat kasus Gusti Muhammad Thoriq Nugraha tersebar di media
massa Radar Banjarmasin, 29 Januari 2019, dengan berjudul, “Demo Fakultas,
Mahasiswa UIN Antasari Diskorsing. Matinya Demokrasi Kampus Hijau". Tim
Sukma langsung turun kelapangan untuk menemui Dekan III Bidang Kemahasiswaan
dan Kerjasama, Saiful Bahri Djamarah.
Tepat tanggal 30 Januari 2019,
Tim Sukma menemui Saiful Bahri di ruang kerjanya. Saat dimintai keterangan
terkait kasus Gusti, Saiful enggan mengomentari lebih permasalahan itu. Ia
malah menuding Sukma sering membuat berita yang kurang proporsional "Sukma
tolong, jangan macam-macam lagi, cukup. Jangan beritakan yang tidak-tidak,
sudah sering Sukma kepada kami. Jangan lagi,” kata Saiful dengan nada ketus.
Lalu tim Sukma berusaha menjelaskan kepada Saiful bahwa Sukma sama sekali tidak
pernah menurunkan berita mengenai Gusti selama ini.
Kemudian,
Saiful meminta tolong agar tidak mempublish isu ini dan memahami dalam
kondisinya. “Aku bingung siapa yang salah dalam kasus ini, entah aku dan Gusti.
Jadi tolong dimengertilah,” ucap bapak berkepala plontos ini dengan nada
rendah. Terkait soal SK yang dikeluarkan, ia menuturkan bahwa itu ranah Dekan
FTK, Prof Juairiah.
Dalam
pertemuan itu, ia meninggalkan ruang kerjanya sambil mengatakan ada rapat.
Temui Dekat FTK saja. Kemudian kami sepakat untuk menemui Dekat FTK, tidak jauh
dari tempat itu. 5 meter dari sebelah kanan pintu ruang tersebut. Awak reporter
langsung menjumpai, tepat didepan pintu ia hendak keluar. “Bu, boleh
wawancaranya. Minta konfirmasi soal kasus Gusti atas skorsing yang diteimanya?”
tanya Sukma. Juairiah langsung mengelak bahwa itu ranah Rektor, tiap ditanya
bukan Fakultas. “Ini ada rapat pimpinan di rektorat,” ucapnya sambil menuju
arah tangga ke bawah, awak media Sukma terus mengikuti Juairiah dengan
pertanyaan-pertanyaan.
Adapun
Gusti mengatakan kepada awak reporter Sukma bahwa kasus Skorsing 2 Semester
yang diterimanya adalah Mal Konstitusi atau kecacatan aturan dasar. Ia
menyatakan pandangan bahwa setelah Rektor memberi surat pelanggaran Sedang,
namun malah dikasih sanksi Berat oleh pihak FTK. Dia merasa kebijakan Fakultas
tidak kolerasi atas pengajuan SKnya. Kemudian, Mahasiswa Pendidikan Agama Islam
(PAI) ini menambahkan bahwa adanya Mal Administratif juga, ucap mahasiswa
angkatan 2017 melalui Whatsapp. Ia berujar kembali bahwaingin melihat ke
depannya dengan tindakan pihak kampus. Dia cukup menyerahkan pada timnya,
kawan-kawan Amuba yang telah mendampingi kasus tersebut
Pada
tanggal (29/1) sore hari, sebelumnya tim Sukma menemui Koordinator lapangan
Aliansi Mahasiswa UIN Antasari Bersatu (AMUBA) Zainul Muslihin. “Persoalan
kasus Gusti ini sederhana. Hanya saja pihak Fakultas mempermasalahkan aksi
demo, juga tidak memahami mahasiswa secara menyeluruh terhadap yang tengah
dilakukan oleh Gusti bersama kawan-kawannya, di tanggal 7 Mei 2018 lalu.
Hal itu hanya menuntut kinerja dosen yang nakal dan tentu ini menutup demokrasi
kampus kita, sedangkan kita diatur dalam UU No. 9 Tahun 1998 tentang
menyampaikan pendapat dimuka umum,” ucap Aktivis Mahasiswa. Zainul juga menyayangkan
atas sikap Fakultas yang sangat cepat menyimpulkan atas keputusan tanpa
menimbang kasus tersebut. Ia juga mengatakan kasus ini mengalami kejanggalan,
Fakultas hanya mengundang orangtua dari mahasiswa yang bermasalah tanpa
mengundang Gusti. Tentu ini deskriminasi bagi mahasiswa, ucapnya geram kepada
Sukma. Dia tidak melihat keadilan kepada Gusti, saat ditanyai tim Sukma
mengenai keluarganya dirumah saat menjenguk dan silahturahmi, Zainul
mengungkapkan bahwa keluarga Gusti sangat Welcome, katanya
saat itu ibunya sudah membaik.
Zainul
juga mengkhawartikan hal yang tak terduga bisa terjadi, “Mama Gusti memang
sudah sehat tapi bila masih ada berita-berita yang tidak mengenakan kepada
anaknya. Justru ini membuat keluarganya sangat terpukul, pihak Fakultas bisa
apa bila terjadi sesuatu kepada keluarganya,” katanya. “Saya rasa hanya
sentimen Dekan kepada mahasiswa saja. Tidak memiliki landasan kuat bahwa Gusti
bersalah, buktinya tidak ada persidangan yang mengatakan Gusti bersalah. Tidak
diadakan selama kasus ini berjalan. Bukti-bukti yang dikeluarkan hanya
subjektivitas seorang Dekan tanpa ada klarifikasi dari Gusti, bagaimana untuk
melawan diri? Ini tentu tidak adil kepada mahasiswa, aspirasinya dibungkam,”
bebernya. Zainul pun tidak memberi kelonggaran atas penindasan terhadap Gusti
yang dilakukan oleh pihak FTK, yang kini semena-mena memberlakukan mahasiswa
tanpa prosedur yang berlaku dengan ketentuan Statuta Kemahasiswaan, sesuai SK
Rektor dalam UU No. 366 Tahun 2018 tentang Tata Tertib Mahasiswa UIN Antasari pada
pasal 21 terkait Persidangan. Pasalnya, pihak FTK tidak melakukan persidangan
tersebut. Dan akhirnya, kasus ini berjalan lamanya mulai Mei 2018 hingga bulan
Februari saat ini.
Lalu
Koordinator AMUBA menginisiasi untuk melayangkan surat audiensi, namun tanggal
tersebut tidak menuai pertemuan. Tanggal 1 Februari, Zainul mendapat surat
balasan resmi dari Fakultas mengenai (Jawaban Surat Audiensi) yang tertulis
untuk diundang pada tanggal 4 Januari di ruang rapat FTK Lantai 1, Pukul 10.00
WITA.
Dalam
perdebatan panjang, diskusi antar pihak mahasiswa (AMUBA), Dekanat dan Rektorat
(Diwakili oleh Nida Mufida Warek III) pun belum menemukan hasil titik terang.
Kesalahan yang dilakukan pihak FTK, diakui. Begitu pula, Gusti mengaikui
kesalahannya. Pihak FTK meminta waktu untuk mendiskusikan dalam rapat pimpinan
(Internal), keputusannya satu minggu ke depan. Dan para media dimintanya untuk
tidak mengakat berita yang panas, ini dalam masa Cooling Down kedua
belah pihak. (Harang/LPM-Sukma).
Posting Komentar untuk "FTK AKUI KEKELIRUAN DALAM SK (UU) SKORSING KASUS GUSTI, AMUBA MENUNGGU HASIL 1 MINGGU LAGI"