Mempertanyaakan Kinerja dan Eksistensi SEMA di Kampus Hijau
Senat Mahasiswa atau yang biasa kita sebut SEMA adalah salah satu
perangkat organisasi intra kemahasiswaan, yang keberadaannya telah diatur di
dalam peraturan Direktur Jendral Pendidikan Islam Departemen Agama RI Nomor:
Dj.I/253/2007.
Sebagian kalangan citivitas akademika kampus ini menganalogikan
keberadaan Senat Mahasiswa (SEMA) dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Siapa
yang tak mengetahui DPR? Dewan Perwakilan Rakyat yang berada di Senayan,
Jakarta. Ia merupakan salah satu lembaga tinggi negara dalam sistem
ketatanegaraan Indonesia.
Begitupula dengan Senat Mahasiswa (red-SEMA), yang dalam
kelembagaan ia berbentuk legislatif. Dimana secara tugas dan fungsi tidak jauh
berbeda dengan anggota DPR yang juga merupakan lembaga legislatif dalam
ketatanegaraan. Demikian jelas Zainul Muslihin yang diaminkan oleh Faisal juga
diakui oleh Muhammad Maulidi. Ketika berbicara maka secara tidak langsung akan membicarakan pula
tentang keberadaan Dewan Mahasiswa (red-DEMA). Sebab secara penugasaan Senat
Mahasiswa mempunyai wewenang untuk mengawasi kinerja DEMA.Setidaknya ada tiga fungsi dasar ketika kita akan menilai kinerja
Senat Mahasiswa, jelas Anshor mahasiswa Fakultas Dakwah dan Komunikasi. Yakni
pengawasan, penguaditan dan legislasi serta fasilitator aspirasi mahasiswa. Hal
senada pula dibenarkan oleh Muhammad Maulidi, ketua Senat Mahasiswa periode
2016-2017 lalu. Bahwa ada tiga fungsi dasar dari Senat Mahasiswa. Salah satunya
fungsi pengawasan terhadap kegiatan-kegiatan DEMA serta Unit Kegiatan Mahasiswa
(UKM).“Tapi, tidak semua dijalankan oleh SEMA, contoh salah satu peran
SEMA sebagai fasilitator aspirasi mahasiswa karena sifatnya legislatif, dan di
kampus IAIN, kita (Red. Mahasiswa) tidak menemukan adanya forum yang digawangi
oleh SEMA untuk menyerap aspirasi dari masyarakat kampus yang kemudian mestinya
hal tersebut akan disampaikan kepada Rektor.” Tutur Anshor.
Mujiburrahman, Wakil Rektor III
Bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama menjelaskan, bahwa Senat Mahasiswa
(SEMA) adalah perwakilan tertinggi dilingkungan mahasiswa Perguruan Tinggi
Agama Islam (PTAI) yang memiliki fungsi menampung dan menyalurkan aspirasi, dan
memiliki peran legislasi sebagai sub sistem kelembagaan non-struktural
ditingkat PTAI. “Di kampus kita sendiri hal ini belum jalan karena rendahnya
minat mahasiswa masuk SEMA. Hal ini menyebabkan pemilihan ketua DEMA dipilih
dari mahasiswa, padahal jika mengikuti aturan sebenarnya, ketua DEMA itu
dipilih oleh SEMA”.
Tak jauh berbeda, Zainul Muslihin, mahasiswa fakultas Syari’ah dan
Ekonomi Islam memaparkan, bahwa yang jadi pertanyaan adalah nilai tawar dari
SEMA itu sendiri sehingga minat mahasiswa untuk bergabung itu rendah.
“Mahasiswa lebih tertarik gabung ke DEMA daripada SEMA karena mungkin mereka
(Red. Mahasiswa) bingung kerjaan SEMA apa saja sebab bentuknya legilatif.
Berbeda ketika bicara DEMA yang memang sebagai eksekutif yakni pelaksana dari pada
kegiatan mahasiswa,” Ujarnya.Kinerja SEMA hanya terlihat pada saat acara-acara besar saja
seperti OSPEK. “Mestinya tiap kegiatan DEMA itu diawasi dan dievaluasi oleh
SEMA,” Ujar Alif, mahasiswa yang aktif di Sanggar Legenda, milik Fakultas
Ushuluddin dan Humaniora (10/03).
“Jika tidak pada saat OSPEK ada SEMA, mungkin 90% mahasiswa tidak
mengetahui apa itu SEMA,” Ungkap Faisal. Menurutnya tidak hanya DEMA yang mesti
diawasi oleh SEMA, tetapi seluruh masyarakat kampus. mahasiswa fakultas
Tarbiyah dan Keguruan ini mencontohkan legislatif DPR yang tidak cuma mengawasi
serta menampung aspirasi pemerintah, tetapi juga rakyat umumnya. Ia
menambahkan, eksistensi dan publikasi SEMA tidak berimbang dengan posisi SEMA
sebenarnya, (16/03)
Hilangnya satu peranan penting SEMA sangat berpengaruh pada eksistensinya
dimata mahasiswa, “kegiatan-kegiatan SEMA tidak diketahui yang kemudian muncul
statement kinerja SEMA tidak terlihat tahun lalu,” Ungkap Anshor, salah satu
aktivis kampus (08/03).
Menurut Zainul, yang paling penting adalah mempertanyakan Anggaran
Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) DEMA itu apa, “Sehingga ketika DEMA
berjalan tidak sesuai dengan AD/ART, maka disinilah peran SEMA untuk
mengingatkan dan mengevaluasi, terlepas dari fungsi-fungsi dasar yang juga
penting difungsikan secara maksimal oleh SEMA,”Mujiburrahman menambahkan, SEMA tahun 2016 berbanding terbalik
dengan SEMA tahun sebelumnya (Red-SEMA 2015). SEMA tahun lalu tidak banyak
kegiatan, padahal dana disediakan. Sedangkan tahun sebelumnya (Red-SEMA 2015),
mereka kekurangan dana, tapi kegiatannya banyak. “Jika mereka (Red-SEMA 2016)
ingin mengadakan kegiatan-kegiatan mestinya membuat proposal supaya jelabagian s
kerjanya,” ia juga menjelaskan soal prosedur perolehan dana yang memang tidak
berada di Rektorat, tapi melalui pengajuan proposal yang mampu
dipertanggungjawabkan dengan kuitansi atau bukti-bukti, kemudian diajuikan ke
keuangan, dari sana (Red. Bag. Keuangan) langsung ke Kantor Perbendaharaan
Negara (KPN), baru dana akan cair. Ia menekankan bahwa, “Rektorat tidak menahan
dana mereka (red-SEMA) yang sebenarnya mahasiswa kurang pengetahuan alokasi
dana kegiatan.” Maulidi, mengaku tidak mengetahui apa-apa mengenai fungsi
pengauditan (keuangan), “kami bingung pengauditan itu apa dan Rektorat juga
bingung,” Tuturnya, (09/03).Ia juga mengungkapkan ketidaktahuannya tentang pengauditan itu
kepada senior SEMA yang kemudian disuruh browsing ke internet, “Diluar
sana (Red. SEMA kampus lain) nggak semua memiliki fungsi pengauditan,”
Katanya
“Sebagai lembaga legislatif
yang memuat peraturan-peraturan yang bergerak pada acara keagamaan,” ia berkesimpulan
jika Senat Mahasiswa itu tidak jauh seperti kerja Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR).
(Tim Berantas)
Posting Komentar untuk "Mempertanyaakan Kinerja dan Eksistensi SEMA di Kampus Hijau"