Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Nilai-Nilai Moral di Ottoman


Dari Seminar “Moral Values in Ottoman and It’s Influence on Modern Turkey” di IAIN Antasari.

           (Bertamu merupakan hal yang paling disenangi oleh masyarakat Ottonam, pada bulan Ramadhan mereka menantikan kehadiran tamu. Setelah itu mereka akan memberikan hadiah atau uang setelah berbuka puasa menandakan bahwa mereka bahagia telah dikunjungi.)

            PENGGALAN budaya itu diungkap saat seminar “Moral Values in Ottoman and It’s Influence on Modern Turkey” atau dalam bahasa Indonesia berarti nilai moral dari Ottoman dan pengaruhnya dalam masa Turki modern, di IAIN Antasari Banjarmasin, di Aula Jafry Zam Zam Lantai 3 gedung Rektorat, Kamis (14/4).

         Seminar menghandirkan pemateri Dr. Ali Unsal, Direktur dari Fethullah Gülen Chair dan Turkish Studies, dia adalah orang Turki asli yang telah tinggal selama 7 tahun di Indonesia, masih dengan logat Turkinya dia pun menyampaikan materinya dengan di dampingi Rektor IAIN Antasari Banjarmasin dan Wakil Rektor III bidang akademik dan kelembagaan.

         Dr. Ali Unsal memulai dengan menjelaskan kelahiran dan kehancuran Ottoman dan beberapa hal dasar lainnya, di sini Ottoman terus dikaitkan dengan zaman kerajaan Usmani di Turki. Masuk dalam pembahasan Moral Values atau nilai-nilai moral di Ottoman, di sana ada beberapa segi seperti kebersihan, keamanan, kejujuran, membantu orang yang membutuhkan,  berbagi dengan orang lain, adab makanan, sopan santun tamu, belas kasihan, kemurnian dan lain-lain.

        Kebersihan dalam segi ini bangsa Ottoman mengajarkan kepada masyarakat Turki yang dulunya sangat dipengaruhi oleh bangsa Barat, sama seperti halnya bangsa Barat dulu yang bahkan tidak pernah mandi sama sekali, setelah datangnya bangsa Ottoman yang islami mengajarkan wudhu dan mandi masyarakat Turki pun mulai menghilangkan kebiasaan buruknya dengan kebersihan.

        Keamanan, Dr. Ali Unsal menjelaskan misalkan kita memiliki toko dan ketika tiba waktu shalat, meski toko tidak dikunci, toko tetap aman dan tidak ada satu pun barang yang hilang, menarik dari beberapa pengalaman yang disampaikan oleh orang-orang yang pernah tinggal di sana bahwa tidak ada satu pun pembunuhan, ini menunjukkan bahwa kriminalitas di wilayah ini benar-benar rendah atau tidak ada sama sekali.

      Kejujuran, seperti saat Nabi Muhammad SAW dulu ketika beliau masih berdagang, betapa jujurnya beliau hingga diberi gelar Al-Amin, hal tersebut lah yang dicontoh oleh masyarakat Ottoman ketika mereka sedang berjualan, ditambah lagi seperti kebiasaan kita yang suka bernegosiasi mengenai harga, tapi mereka tidak melakukan hal itu dan hanya menjualnya, lalu jika seorang pembeli ingin membeli barang pada sebuah toko, kemudian pemilik took merasa sudah mendapatkan cukup rezeki maka dia akan mengusulkan membeli ke toko sebelah yang mempunyai barang yang sama dan barang itu belum laku juga. Pernah suatu hari Fatih Sultan Mehmed mencari orang-orang miskin untuk memberi zakat, akhirnya dia meletakkan uangnya di jalan dan setelah 3 bulan tidak ada satu pun yang menyentuhnya.

        Membantu orang-orang yang membutuhkan di sinilah solidaritas dari tiap-tiap orang Ottoman, ketika Ramadhan tiba orang-orang kaya akan mengunjungi toko-toko dan menanyai pemilik toko mengenai buku hutang dan melunasi semua hutang-hutang orang yang berhutang.
Berbagi dengan orang yang lain, masyarakat Ottoman biasanya akan saling berbagi apalagi jika ada pernikahan dan semacamnya, tidak hanya mengenai perayaan tapi juga dengan pengajaran agama, mereka saling berbagi ketika mempelajari Al-Qur’an.

        Adab makan dalam hal ini cukup banyak kesamaan antara Indonesia dan Turki, akan tetapi ini merupakan sebuah keharusan dan adab kesopanan juga, seperti mencuci tangan sebelum makan, Ayah atau Kakek yang akan memulai makan terlebih dahulu, semua harus didahului dengan mengucap basmalah, makan bersama dan tidak boleh berpisah-pisah, tidak boleh memilih-milih makanan, jangan berbicara ketika makanan ada di mulut, jangan menyeruput makanan atau menimbulkan bunyi seperti encapan, jangan berdiri sebelum makan selesai, habiskan apa yang kamu ambil dan ambil yang kamu habiskan, jangan meninggalkan meja sebelum orang tua, cuci tangan dan mulut setelah makan, dan air mawar akan disediakan setelah makan.

        Bertamu merupakan hal yang paling disenangi oleh masyarakat Ottoman, pada bulan Ramadhan mereka menantikan kehadiran tamu, setelah itu mereka akan memberikan hadiah atau uang setelah berbuka puasa menandakan bahwa mereka bahagia telah dikunjungi. Adab bertamu yang lain dari tuan rumah ialah menyiapkan air putih dan kopi, jika tamu memilih air putih berarti si tamu masih belum makan dan jika minum kopi berarti si tamu sudah makan.

        Hal-hal lain dari masyarakat Ottoman adalah dari kesopanan berbicara, solidaritas, hormat kepada orang tua. Ada hal lucu dalam kebiasaan Ottoman yaitu jika kita biasa meminta orang untuk menghidupkan atau mematikan lilin, berbeda dengan mereka mereka jika ingin menghidupkan api mereka akan berkata “bangunkan api” dan jika ingin mematikan “istirahatkan api”, ini menandakan bahwa kita manusia tidak bisa menghidupkan atau mematikan walau hanya api.

         Akan tetapi beberapa hal yang harus mereka hadapi sekarang adalah banyaknya tv series yang ditayangkan tiap hari dan orang-orang yang tinggal di kota akan kecanduan terhadapnya, jadi setiap malam mereka memiliki hal untuk ditonton, mereka akan menikmatinya hingga lupa bersosialisasi, individualis dan sangat disayangkan banyak dari mereka menjadi angkuh. 
Dan diakhir seminarnya Dr. Ali Unsal berharap bahwa moralitas dari masyarakat Ottoman pada masyarakat Turki modern akan terus berlangsung selamanya dan semakin kuat dari sebelumnya tidak semakin melemah. (lpm-sukma/staa)

Posting Komentar untuk "Nilai-Nilai Moral di Ottoman"