Sejarah Pers Indonesia
Oleh
: Moh Mahfud
Apakah yang kita pikirkan ketika
mendengar kata pers? Apakah
sebuah alat propaganda?
Apakah
sebuah alat pembebasan rakyat?
Apakah
kaki tangan dari pemerintah?
Apakah
sebuah alat hiburan masaa?
Apakah
kelompok yang radikal?
Apakah
kelompok yang revolusioner? Mungkin
masih banyak pertanyaan-pertanyaan mengenai apa itu pers dalam pikiran kita.
Memang mindset masyarakat Indonesia
sekarang mengatakan bahwasanya pers identik dengan wartawan. Namun lebih dari
itu. Pers merupakan keseluruhan dari kegiatan yang dilakukan oleh media yang
dimana memang salah satunya didalam Pers itu adalah wartawan. Sejarah Pers di Indonesia memanglah
mengalami suatu fase yang panjang. Namun sebelum kita membahas bagaimana pers Indonesia
itu kita terlebih dahulu harus mengerti apakah arti pers itu.
Secara singkat pengertian dari pers
adalah badan yang membuat penerbitan media massa secara berkala. Maksudnya
adalah kegiatan pers tidak berhenti tetapi terus berjalan. Pengertian pers
secara epistimologis berasal dari Bahasa Belanda yakni Pers dan dalam bahasa Inggris
Press yang mempunyai arti tekan atau cetak. Secara maknawiah berarti
penyiaran secara tercetak atau publikasi secara dicetak. Dalam perkembangannya
pers mempunyai dua pengetian yakni pers dalam pengertian sempit. Dalam
pengertian luas Pers mencakup semua media komunikasi massa yakni Radio,
televisi dan film yang berfungsi memancarkan atau menyebarkan informasi,
berita, gagasan, pikiran ataupun perasaan sekelompok orang atau seseorang
kepada orang lain yang kemusian dikenal dengan sebutan jurnalistik. Pers
menurut Bapak Pers Nasional Raden Mas Djokomono, Pers adalah yang membentuk
pendapat umum melalui tulisan dan surat kabar. Sedangkan dalam arti sempit Pers
hanya digolongkan kepada hasil atau produk-produk penerbitan yang melewati
proses percetakan adapun seperti surat kabar harian, majalah mingguan, majalah
bulanan buletin dan sebagainya yang dikenal sebagai media cetak.
Pers adalah suatu kegiatan yang
berhubungan dengan media dan masyarakat luas. Kegiatan tersebut mengacu pada
kegiatan jurnalistik yang bersifatnya
mencari, menggali, mengumpulkan, mengolah materi, dan menerbitkannya
berdasarkan sumber-sumber yang terpercaya dan valid.
Sejarah
Pers Indonesia :
Sejarah pers Indonesia dibagi
menjadi dalam beberapa periode yakni ada 5. Yang pertama adalah Pers pada zaman
Belanda, Pers zaman Penjajahan Jepang, Pers dimasa orde lama, Pers masa Orde
Baru dan yang terakhir adalah pers pada masa Pasca Orde Baru atau zaman reformasi.
1.
Pers Zaman Belanda atau Kolonial
Membicarakan pers di Indonesia
memanglah kita tak bisa dipisahkan dengan hadirnya bangsa barat yang menjajah
negara kita. Memang tidak bisa dipungkiri bahwa bangsa Eropalah yang dimana
khusunya bangsa Belanda yang mempelopori lahirnya Pers di Indonesia serta
persuratkabaran di Indonesia.
Pada awal abad 17 di batavia sudah
terbit secara berkala surat kabar khususnya pada tahun 1676 di Batavia terbit Kort Breicht eropa(berita singkat dari
eropa) yang diamana memuat tentang berbagai berita dari daerah sekitaran eropa.
Pada Oktober 1744 terbit Bataviase
Nouvelles, pada tanggal 23 Mei 1780 terbit Vendu Nieuws sedangkan tahun
1810 terbit Bataviasche Koloniale
Courant.
Pada tahun 1903 dunia pers semakin menghangat
ketika terbitnya “Medan Prijaji” sebuah
surat kabar pertama yang dikelola kaum pribumi. Munculnya surat kabar ini bisa
dikatakan sebagai masa awal permulaan bagi bangsa Indonesia untuk terjun dalam
dunia pers yang berbau politik. Pemerintah Hindia Belanda sebagai pers
Bumiputera. Hadirnya medan prijaji telah disambut hangat oleh bangsa kita
terutama kaum pergerakan yang revolusioner dan rindu akan kebebasan. Tak lama
kemudian dari Sarekat Islam terbit harian Oetoesan
Hindia. Lalu muncul pula dari golongan kiri yakni Semaun yang menerbitkan
harian yang cukup Revolusioner yakni “Api,
halilintar dan Nyala”. Seakan menandingi Semaun Ki hadjar dewantara
mengeluarkan koran dengan nama yang tak kalah galaknya yakni “Guntur bergerak dan Hindia Bergerak”. Sang
Proklamator Bung Karnopun tak ketinggalan pula beliau memimpin Harian “suara rakyat dan Sinar Merdeka” pada
tahun 1926.
Adapun corak dari pers era kolonial
ini lebih banyak membicarakan tentang kepentingan dan Propaganda dari pihak
Belanda. Corak
ini mulai berubah ketika di Indonesia mulai bermunculan Organisasi-Organisasi
pergerakkan yang dimana dalam penulisannya lebih banyak membicarakan tentang
pembelaan terhadap rakyat Pribumi yang sengsara akibat sistem Kolonial yang ada
di Indonesia baik secara Moderat ataupun kearah yang radikal revolusioner.
2.
Pers zaman masa penjajahan jepang.
Era ini berlangsung antara
1942-1945. Pers Indonesia lebih banyak berjuang dengan tidak menggunakan
ketajaman penanya namun dengan jalan lain semisal organisasi politik. Hal ini
mulai menunjukkan bahwa pada zaman ini pers Indonesia mengalami tekanan. Surat
kabar yang terbit di zaman Belanda dilarang beredar, akan tetapi pada msas ini
pers Indonesia mengalami kemajuan dalam hal teknis yakni mulai mengenalnya Pers
Indonesia dengan sistematika perizinan penerbitan pers. Akan tetapi pihak
belanda dengan culas menyatukan berbagai macam pers yang ada pada era itu, yang
dimana memiliki corak sendiri-sendiri dengan tujuan untuk kepentingan pihak
jepang untuk memenangkan apa yang disebut dengan Perang asia Timur Raya.
Selain itu Jepang juga mendirikan Jawa Shinbun Kai dan cabang kantor domei yang merupakan gabungan antara dua
kantor berita yang ada di Indonesia yakni
aneta dan antara. Selama maasa ini terbit beberapa media harian seperti
Asia raya di jakarta, sinar Baru di semarang, Suara Asia di surabaya, Tjahaya
di Bandung. Hingga akhirnya dalam hal mengenai kenegaraan dan kebangsaan
Indonesia, sejak persiapan sampai pencetusan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
sejumlah wartawan Pejuang dan Pejuang wartawan turut aktif terlibat didalamnya
disamping Soekarno dan Hatta tercatat pula Sukardjo wirjopranoto, Iwa
kusumasumantri, Ki hadjar dewantara, Otto Iskandar dinata, G.S.S Ratulangi,
Adam Malik, BM Diah, Sajuti Melik, Sutan Jahrir, dan beberapa tokoh lain.
3.
pers dimasa Orde Lama atau pers terpimpin
Pada masa dimana Indonesia
menyatakan kembali ke UUD 1945 atau Demokrasi terpimpin tindakan tekanan pers
terus berlangsung, yaitu pembredelan terhadap kantor berita PIA dan surat kabar
republik, Pedoman, berita Indonesia, dan Sin Po oleh penguasa perang jakarta.
Awal 1960 penekanan kebebasan pers diawali dengan peringatan Menteri Muda
Maladi yang menyatakan bahwa ada tindakan tegas terhadap surat kabar, majalah
dan kantor berita yang tidak menaati peraturan yang diperlukan dalam usaha
menerbitkan pers nasional. Masih pada tahun yang sama bahwa penguasa perang
mulai mengenakan sanksi-sanksi perizinan terhadap pers. Pada tahun 1964 keadaan pers semakin
memburuk. Pihak-pihak pemeritah terutama dari kementerian penerangan dan
badan-badannya mengontrol semua kegiatan pers.
4.
Perkembangan Pers pada Masa Orde Baru
Pada awal kekuasaan orde baru dengan
janji-janji manisnya akan keterbukaan dan kebebasan pendapat. Para masyarakat
bersuka cita menyambutnya masyarakat banyak berharap bahwa pemerintah soeharto
dapat mengubah keterpurukan pemerintahan orde lama. Banyak sekali pemulihan
dalam sektor ekonomi, politik, sosial dan budaya yang dilakukan oleh pihak orde
baru. Namun sayang pers tidak merasakan hal yang sama. Pers banyak mendapat
tekanan dari pihak pemerintah. Pers dituntut menyiarkan berita-berita tentang
kebaikan pihak pemerintah sedangkan banyak sekali keburukan orde baru yang
terjadi namun apabila hal ini diberitakan maka tidak akan terbit. Kalaupun ada media
massa yang menentang peraturan dari pemerintah maka tak segan pemerintah akan
bertindak tegas. Pada masa orde baru segala penerbitan media massa berada dalam
pengawasan pemerintah yakni melalui departemen penerangan. Maka dari itu media
massa diharuskan memberitakan hal-hal yang baik tentang pemerintah. Pers
seakan-akan dijadikan alat pemerintah untuk mempertahankan kekuasaannya
sehingga pers tidak menjalankan fungsinya yakni sebagai pendukung dan pembela
masyarakat. Pembredelan terhadap Tempo dan Detik pada tanggal 21 Juni 1994 yang
dimana pembredelan ini dikarenakan mereka mengeluarkan laporan investigasi
tentang berbagai masalah penyelewengan oleh pejabat negara. Pembredelan ini
diumumkan secara langsung oleh Harmoko selaku menteri penerangan saat itu. Hal
ini menunjukkan bahwa sebenatrnya era orde baru sebagaimana dijanjikan sebagai
masa yang era bebas dan terbuka hanyalah bualan belaka. Pers pada masa Orde
baru adalah suatu era pers terburuk pada sejarah negara Indonesia.
5.
Pers pada Masa Reformasi
Pada tanggal 21 Mei 1998 orde baru
tumbang dan mulailah era reformasi. Tuntutan reformasi bergema ke semua sektor
kehidupan termasuk sektor pers. Selama 32 tahun pers Indonesia hidup dibawah
bayang-bayang rezim otoriter rezim pembodohan layaknya Fasis di jerman dan juga
hidup dibawah bayang-bayang pencabutan izin terbit. Rezim pembodohan yang
tumbang akhirnya pers dapat merasakan kebebasan. Hal ini sejalan dengan alam
reformasi, keterbukaan dan demokrasi yang diperjuangkan rakyat indonesia.
Akibatnya pada awal reformasi banyak bermunculan penerbitan pers atau
koran,majalah atau tabloid baru, ditambah lagi pemerintah mengeluarkan UU no 39
tahun1999 tentang HAM dan UU no 40 tahun 1999 tentang pers. Hal ini disambut
baik oleh dikalangan pers. Dalam undang-undang ini dengan jelas dijamin adanya
kemerdekaan pers bagi sebagai hak asasi warga negara.
Namun sayang di era yang bebas ini
kalangan pers sebenarnya masih terjajah. Memang benar keterbukaan dan kebebasan
dikalangan pers sudah mulai terasa namun kekerasan dikalangan pers tetap ada.
Kekerasan semacam ini memang tidak dibenarkan, kedudukan pers sebagai medium
komunikasi seakan-akan lenyap karena pers mengalami kekeasan diperlakukan
layaknya hewan. Kekerasan terhadap pers seharusnya mendapat tindakan yang tegas,
karena pasalnya pers mempunyai payung hukum yang jelas. Sayangnya payung hukum
ini seakan-akan dikebiri, ketika pers mengalami kekerasan yang dimana dilakukan
oleh agen pemerintah dan golongan elite(artis, entertainer dan semacamnya)
seakan hukum yang ada layaknya orang impoten. Lalu timbul pertanyaan besar
apakah memang pers Indonesia saat ini sudah merdeka??
makasih
BalasHapushmmmh
BalasHapus